Jumat, 31 Mei 2013

Meningkatkan Ketahanan Pangan di Dalam Masyarakat




Bab I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
 Saat ini, ketahanan pangan menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Diperlukan beberapa cara untuk mengatasi hal tersebut, mulai dari peningkatan ketersediaan, stabilitas dan aksesabilitas bahan pangan hingga dapat menumbuhkan daya saing dan perekonomian bangsa ini. Mungkin sulit untuk menambah jumlah lahan pertanian dan menekan laju penduduk di Indonesia, namun yang perlu ditindaklanjuti yaitu strategi dalam menyelesaikan ketahanan pangan pada lahan yang ada. Keadaan lahan harus diperhatikan masalah tata ruangnya. Hal lain yang menjadi perhatian ialah pengelolaan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pangan.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu,  upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggaris bawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional  juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2.      Bagaimana cara meningkatkan pangan di dalam masyarakat?
3.      Pangan alternative apa yang cocok untuk menggantikan makanan pokok masyarakat indonesia?
4.      Program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan ?

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian ketahanan pangan
2.      Untuk mengetahui cara apa saja untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat
3.      Mengetahui pangan alternative
4.      Untuk mengetahui program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan

        Bab II
PEMBAHASAN
1.      Ketahanan Pangan
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering diacu :
1.         Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2.         USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3.         FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4.         FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
5.          Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
a.         Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b.         Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses.
c.         Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan social.
d.        Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e.         Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

2.      Meningkatkan Ketahanan Pangan di Masyarakat
Pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Berbagai upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat khususnya pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui :
Pertama, pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan keseimbangan lingkungan.
Kedua, penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pengadaan sarana produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agrobisnis lain yang diperlukan seperti informasi pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain.
Ketiga, Revitalitasasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat yang dinamis.
3.      Pangan Alternative
Untuk menuju ketahanan pangan diperlukan keberanian mengubah pola konsumsi dan melakukan diversifikasi pangan.  Potensi ketersediaan singkong yang melimpah di bumi nusantara ini bisa menjadi alternatif  andalan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan surplus beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 yang akan datang
Memang, pemerintah tak pernah patah arang untuk terus menjaga dan mempertahankan ketahanan pangan nasional, baik  dengan menjamin ketersediaan pasokan dan aksesibilitas pangan, serta stabilisasi harga pangan di dalam negeri.
Namun, terus bertambahnya jumlah penduduk dan pola konsumsi yang berlebihan, tanpa diiringi peningkatan produksi pangan, dikhawatirkan bisa menjadi salah satu faktor yang melemahkan ketahanan pangan nasional.
Untuk diketahui, saat ini jumlah konsumsi beras Indonesia berkisar dua kali lebih besar dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam misalnya. Tercatat, kebutuhan beras kita saat ini mencapai 130-140 kilo gram per orang per tahun. Padahal, kebutuhan beras di Asia Tenggara saja hanya mencapai 70 kilogram (kg) per orang per tahun.
Kondisi itupula yang dinilai menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras pada tahun 2011 lalu sebanyak 2,75 juta ton untuk menutupi kekurangan stok dari produksi beras lokal Indonesia yang hanya mencapai 65,4 juta ton.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan akhir-akhir ini terus mewacanakan pentingnya mengubah pola konsumsi masyarakat dengan melakukan diversifikasi pangan. "Mulailah kita mensubtitusi beras dengan singkong, ubi, dan bahan pangan lainnya," paparnya dalam berbagai kesempatan.
Mendag menegaskan, diversifikasi pangan harus dilakukan karena Indonesia termasuk konsumen terbesar di Indonesia yaitu 140 kg per orang per tahunnya. Menurutnya, bila Indonesia bisa mengurangi konsumsi berasnya sampai 100 kg per orang saja maka hal itu sudah bisa melakukan penghematan sebesar 10 juta ton.
"Saya sekarang sudah mulai kurangi konsumsi beras. Saya makan singkong setiap hari. Berat badan saya jadi turun delapan kilogram,” tuturnya memberi motifasi menjadi pembicara pada acara Jakarta Food Security Summit Feed Indonesia Feed The World,di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2012) lalu.
Mengapa singkong?
Salah jenis bahan makanan yang akhir-akhir ini terus dikampanyekan oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebagai makanan pokok alternatif untuk menggantikan beras adalah singkong.
Dan ternyata banyak sekali nilai strategis yang dimiliki singkong bila berhasil dijadikan makanan pokok pengganti beras. Selain telah menjadi makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung, singkong merupakan salah satu tanaman ubi-ubian yang sangat mudah ditanam di Indonesia. Bahkan, dari sisi kandungan, singkong juga mempunyai kadar Karbohidrat yang lebih tinggi dengan nasi putih.
Dari segi ekonomi, terciptanya perubahan pola konsumsi masyarakat dari beras ke singkong atau ubi ini ke depannya juga diharapkan bisa  menciptakan keseimbangan antara supply dan demand. “Kalau sekarang kita sudah bisa merubah pola konsumsi, dari beras ke singkong, maka turun 100 kilogram saja, kita sudah bisa mengekspor beras,” ujarnya. 
Bicara soal merubah pola konsumsi. Menteri perdagangan menambahkan, bahwa. Melakukan diversifikasi pangan juga bisa menjadi solusi, dalam mengatasi segala permasalahan pangan. Demi merealisasikan target swasembada pangan pada 2014 mendatang. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2009 mengenai percepatan penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal.
Gita Wirjawan, begitu serius menganjurkan masyarakat untuk dapat merubah pola konsumsinya ke singkong. Pria 46 tahun lulusan Universitas Harvard. Dan pernah menjabat sebagai direktur utama JP Morgan Indonesia ini mengaku sudah memperaktekkan sendiri dalam kehidupannya. “Ayah saya dulu terkena diabetes, makanya saya sekarang berusaha mengurangi konsumsi nasi. Pagi saya sarapan singkong dan siang harinya saya mengkonsumsi nasi merah. Tidak ada yang aneh, malah saya merasa sehat”. Bahkan dia mencontohkan beberapa daerah di Indonesia yang menjadikan singkong sebagai makanan pokok. Namun, tetap bisa hidup sehat dan nyaman.
Singkong: Makanan Sehat yang Ekonomis
Saat ini, singkong boleh dikatakan termasuk golongan secondary corps atau komoditi kelas dua. Padahal, tanaman yang nama latinnya Menihot Utilissima ini memiliki kadar Karbohidrat yang lebih tinggi dengan nasi putih.
Dalam per 100 gram singkong itu meliputi: Kalori 121 kal, Air 62.50 gram, Fosfor 40.00 gram, Karbohidrat 34.00 gram, Kalsium 33.00 miligram, Vitamin C 30.00 miligram, Protein 1.20 gram, Besi 0.70 miligram, Lemak 0.30 gram, Vitamin B1 0.01 miligram. Sementara pada kulit batangnya mengandung Tannin, Enzim Peroksidase, Kalsium Oksalat, dan Glikosida.
Yang menarik, tanaman ini pun sangat mudah dibudidayakan secara massal. Sebab, selain tanaman ini cocok dengan kultur tanah Indonesia, proses penanamannya pun tidak terlalu sulit. Bahkan, tanaman ini sangat kebal dari serangan hama penyakit.
Dari segi ekonomi, singkong pun bisa menjadi komoditas penting. Yakni, tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi saja, tetapi juga bisa menjadi bahan baku sejumlah industry, baik industri besar maupun industri rumahan.
Adapun bagi petani, kemudahan penanaman singkong ini juga bisa mendatangkan keuntungan tersendiri. Terbukti, membaiknya harga singkong beberapa waktu terakhir ini telah mendorong sejumlah petani di beberapa daerah  menanami lahannya dengan singkong.
Di Lampung misalnya, setiap tahunnya luas areal panen singkong meningkat. Pada 2011 luas areal panen mencapai 361.538 Ha, dengan jumlah produksi 9.017 juta ton. Sedangkan pada 2012 ini targetnya menjadi 371.485 Ha, dan diharapkan dapat menaikkan jumlah produksi hingga 3.70% atau 9.350 juta ton. Harga singkong di Lampung Utara saat ini berkisar Rp 800/kg sampai Rp 860/kg.
Di Provinsi Banten, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) setempat dilaporkan produksi singkongnya dari tahun 2003 sampai 2010 lalu sebesar 115 ribu ton pertahun. Dan di tahun 2012 ini, produktivitas singkong ditargetkan naik sebesar 172 ribu ton. Adapun harganya, saat ini harga singkong di Provinsi Banten berkisar Rp 500 per kilogram.
Sedangkan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi singkong di tahun 2011 mengalami penurunan dari dua tahun sebelumnya. Dimana pada 2010 produksi singkong mencapai 1.114.665 juta ton. Dan 1.047.684 juta ton pada 2009. Bandingkan dengan jumlah produksi singkong pada 2011 lalu yang hanya 867.596 ton. Dengan harga Rp 700-Rp 900 per kilogramnya.
Sampai saat ini harga singkong dibeberapa daerah memang cenderung naik turun. Tergantung jenis dan aksesnya dari petani hingga pedagang eceran. Di Pasar Induk Cibitung, harga singkong mencapai Rp 1500 per kilogramnya. Dari penelusuran Infon PDN, singkong di Pasar Induk Cibitung ini biasa dipasok dari Sukabumi. Sedangkan harga dari pengepulnya berkisar Rp 900-Rp 1000 per kilogram.
Membaca Kebutuhan Singkong
Kebutuhan singkong dunia mencapai 220 juta ton per tahun. Ini juga bisa menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia yang selama ini juga dikenal di dunia internasional sebagai negara penghasil singkong. Mengapa demikian?
Pasalnya, sejumlah negara saat ini tengah mengembangkan industri tekhnologi berbasis singkong. Kita ambil contoh China misalnya, saat ini negara ini sedang memacu penggunaan etanol bahan bakar yang bersumber dari singkong. Hal ini menumbuhkan potensi ekspor Indonesia pun bisa mencapai US$ 20 miliar bila China terus melakukan mengembangkan proyek etanolnya.  
4.      Program Pemerintah
Sejalan dengan permasalahan, peluang dan paradigma baru pemantapan ketahanan pangan, strategi yang dikembangkan dalam upaya pemantapan ketahanan pangan adalah :
1)      Pengembangan kapasitas produksi pangan nasional melalui rehabilitasi kemampuan, optimalisasi pemantapan dabn pelestarian sumberday alam yaitu : lahan, air dan perairan.
2)      Peningkatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat menuju terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga, serta perilaku sadar gizi.
3)      Pengembangan agribisnis pangan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan tersentralisasi dengan pengertian sebagai berikut :
a.      Berdaya saing tinggi, yang diupayakan melalui peningkatan efisiensi dengan memanfaatkan inovasi dan teknologi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta penajaman orientasi pasar.
b.      Berkerakyatan, yaitu memfasilitasi peluang yang lebih besar bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam usaha kecil dan menengah, dengan mendaya gunakan sumberdaya yang dimilikinya.
c.      Berkelanjutan, diupayakan melalui peningkatan dan pemeliharaan kapasitas sumberdaya alam, penerapan teknologi ramah lingkungan dan pengembangansistem distribusikeuntungan yang adil.
d.      Tersentralisasi, yang berarti keputusan tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan berada ditangan masyarakat bersama Pemerintah Daerah, dalam rangka mendorong pendayagunaan keunggulan sumberdaya daerah sesuai referensi masyarakat di daerah yang bersangkutan.
4)   Pengembangan dan peningkatan intensitas jaringan kerjasama lintas pelaku, lintas wilayah dan lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna mensinergikan kebijakan, program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan.
5)   Peningkatan efektifitas dan kualitas kinerja pemerintah dalam menfasilitasi masyarakat berpartisipasi dalam pemantapan ketahanan pangan.

Bab III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang berkelanjutan.  Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan.Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan.


Saran
Pemerintah seharusnya memberi tahu masyarakat tentang ketahanan pangan sehingga masyarakat dapat hidup lebih menghargai tentang ketersediaan pangan dan pemerintah harus bisa membuat terobosan alternatife pangan yang dapat menjadi pangganti  makanan pokok masyarakat seperti nasi.

Bab IV

        DAFTAR PUSTAKA







Tidak ada komentar:

Posting Komentar