Bab
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Saat ini, ketahanan pangan menjadi tantangan
bagi bangsa Indonesia. Diperlukan beberapa cara untuk mengatasi hal tersebut,
mulai dari peningkatan ketersediaan, stabilitas dan aksesabilitas bahan pangan
hingga dapat menumbuhkan daya saing dan perekonomian bangsa ini. Mungkin sulit
untuk menambah jumlah lahan pertanian dan menekan laju penduduk di Indonesia,
namun yang perlu ditindaklanjuti yaitu strategi dalam menyelesaikan ketahanan
pangan pada lahan yang ada. Keadaan lahan harus diperhatikan masalah tata
ruangnya. Hal lain yang menjadi perhatian ialah pengelolaan kualitas serta
kuantitas sumber daya manusia dan teknologi untuk kemajuan pangan.
Peraturan
Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan
pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan
pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha
pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan
prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke
seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem
distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi
pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping
itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan
memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan
juga menggaris bawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan
sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan,
penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan
di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan
dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2. Bagaimana
cara meningkatkan pangan di dalam masyarakat?
3. Pangan
alternative apa yang cocok untuk menggantikan makanan pokok masyarakat
indonesia?
4. Program
pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan ?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian ketahanan pangan
2. Untuk
mengetahui cara apa saja untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat
3. Mengetahui
pangan alternative
4. Untuk
mengetahui program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan
Bab
II
PEMBAHASAN
1.
Ketahanan
Pangan
Definisi
dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya
Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure,
adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan
sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan
Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada
pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient
food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999)
diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan
(Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering
diacu :
1.
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik
dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2.
USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara
fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
produktif.
3.
FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik
maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana
rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4.
FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social
dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences)
demi kehidupan yang aktif dan sehat.
5.
Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat
mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan,
aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup
produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi
:
a.
Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b.
Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses.
c.
Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan
social.
d.
Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e.
Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
2.
Meningkatkan Ketahanan Pangan di
Masyarakat
Pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah
pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas
masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan
konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan
ketahanan pangan meliputi produsen, pengusaha, konsumen, aparatur pemerintah,
perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Berbagai upaya
pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat khususnya pemberdayaan
petani dapat dilakukan melalui :
Pertama, pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan
produktivitas dan daya saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama
dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi yang dikembangkan harus berdasarkan
spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam kesesuaian dengan ekosistem
setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta memperhatikan
keseimbangan lingkungan.
Kedua, penyediaan fasilitas
kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pengadaan sarana produksi, tetapi
dengan sarana pengembangan agrobisnis lain yang diperlukan seperti informasi
pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta pengembangan
kerjasama kemitraan dengan lembaga usaha lain.
Ketiga, Revitalitasasi
kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan
melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan
peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera
masyarakat yang dinamis.
3.
Pangan Alternative
Untuk menuju ketahanan pangan diperlukan
keberanian mengubah pola konsumsi dan melakukan diversifikasi pangan.
Potensi ketersediaan singkong yang melimpah di bumi nusantara ini bisa
menjadi alternatif andalan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan surplus
beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014 yang akan datang
Memang, pemerintah tak pernah patah arang untuk
terus menjaga dan mempertahankan ketahanan pangan nasional, baik dengan
menjamin ketersediaan pasokan dan aksesibilitas pangan, serta stabilisasi harga
pangan di dalam negeri.
Namun, terus bertambahnya jumlah penduduk dan pola
konsumsi yang berlebihan, tanpa diiringi peningkatan produksi pangan,
dikhawatirkan bisa menjadi salah satu faktor yang melemahkan ketahanan pangan
nasional.
Untuk diketahui, saat ini jumlah konsumsi beras
Indonesia berkisar dua kali lebih besar dari beberapa negara tetangga seperti
Malaysia dan Vietnam misalnya. Tercatat, kebutuhan beras kita saat ini mencapai
130-140 kilo gram per orang per tahun. Padahal, kebutuhan beras di Asia
Tenggara saja hanya mencapai 70 kilogram (kg) per orang per tahun.
Kondisi itupula yang dinilai menyebabkan Indonesia
harus mengimpor beras pada tahun 2011 lalu sebanyak 2,75 juta ton untuk
menutupi kekurangan stok dari produksi beras lokal Indonesia yang hanya
mencapai 65,4 juta ton.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Perdagangan Gita
Wirjawan akhir-akhir ini terus mewacanakan pentingnya mengubah pola konsumsi
masyarakat dengan melakukan diversifikasi pangan. "Mulailah kita
mensubtitusi beras dengan singkong, ubi, dan bahan pangan lainnya,"
paparnya dalam berbagai kesempatan.
Mendag menegaskan, diversifikasi pangan harus
dilakukan karena Indonesia termasuk konsumen terbesar di Indonesia yaitu 140 kg
per orang per tahunnya. Menurutnya, bila Indonesia bisa mengurangi konsumsi
berasnya sampai 100 kg per orang saja maka hal itu sudah bisa melakukan
penghematan sebesar 10 juta ton.
"Saya sekarang sudah mulai kurangi konsumsi
beras. Saya makan singkong setiap hari. Berat badan saya jadi turun delapan
kilogram,” tuturnya memberi motifasi menjadi pembicara pada acara Jakarta Food
Security Summit Feed Indonesia Feed The World,di Jakarta Convention Center
(JCC), Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2012) lalu.
Mengapa singkong?
Salah jenis bahan makanan yang akhir-akhir ini
terus dikampanyekan oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebagai makanan
pokok alternatif untuk menggantikan beras adalah singkong.
Dan ternyata banyak sekali nilai strategis yang
dimiliki singkong bila berhasil dijadikan makanan pokok pengganti beras. Selain
telah menjadi makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung, singkong merupakan
salah satu tanaman ubi-ubian yang sangat mudah ditanam di Indonesia. Bahkan,
dari sisi kandungan, singkong juga mempunyai kadar Karbohidrat yang lebih
tinggi dengan nasi putih.
Dari segi ekonomi, terciptanya perubahan pola
konsumsi masyarakat dari beras ke singkong atau ubi ini ke depannya juga
diharapkan bisa menciptakan keseimbangan antara supply dan demand. “Kalau
sekarang kita sudah bisa merubah pola konsumsi, dari beras ke singkong, maka
turun 100 kilogram saja, kita sudah bisa mengekspor beras,” ujarnya.
Bicara soal merubah pola konsumsi. Menteri
perdagangan menambahkan, bahwa. Melakukan diversifikasi pangan juga bisa
menjadi solusi, dalam mengatasi segala permasalahan pangan. Demi merealisasikan
target swasembada pangan pada 2014 mendatang. Sesuai dengan peraturan
pemerintah nomor 22 tahun 2009 mengenai percepatan penganekaragaman pangan
berbasis sumber daya lokal.
Gita Wirjawan, begitu serius menganjurkan
masyarakat untuk dapat merubah pola konsumsinya ke singkong. Pria 46 tahun
lulusan Universitas Harvard. Dan pernah menjabat sebagai direktur utama JP
Morgan Indonesia ini mengaku sudah memperaktekkan sendiri dalam kehidupannya.
“Ayah saya dulu terkena diabetes, makanya saya sekarang berusaha mengurangi
konsumsi nasi. Pagi saya sarapan singkong dan siang harinya saya mengkonsumsi
nasi merah. Tidak ada yang aneh, malah saya merasa sehat”. Bahkan dia
mencontohkan beberapa daerah di Indonesia yang menjadikan singkong sebagai
makanan pokok. Namun, tetap bisa hidup sehat dan nyaman.
Singkong: Makanan Sehat yang Ekonomis
Saat ini, singkong boleh dikatakan termasuk
golongan secondary corps atau komoditi kelas dua. Padahal, tanaman yang nama
latinnya Menihot Utilissima ini memiliki kadar Karbohidrat yang lebih tinggi
dengan nasi putih.
Dalam per 100 gram singkong itu meliputi: Kalori
121 kal, Air 62.50 gram, Fosfor 40.00 gram, Karbohidrat 34.00 gram, Kalsium
33.00 miligram, Vitamin C 30.00 miligram, Protein 1.20 gram, Besi 0.70
miligram, Lemak 0.30 gram, Vitamin B1 0.01 miligram. Sementara pada kulit
batangnya mengandung Tannin, Enzim Peroksidase, Kalsium Oksalat, dan Glikosida.
Yang menarik, tanaman ini pun sangat mudah
dibudidayakan secara massal. Sebab, selain tanaman ini cocok dengan kultur
tanah Indonesia, proses penanamannya pun tidak terlalu sulit. Bahkan, tanaman
ini sangat kebal dari serangan hama penyakit.
Dari segi ekonomi, singkong pun bisa menjadi
komoditas penting. Yakni, tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi saja, tetapi
juga bisa menjadi bahan baku sejumlah industry, baik industri besar maupun
industri rumahan.
Adapun bagi petani, kemudahan penanaman singkong
ini juga bisa mendatangkan keuntungan tersendiri. Terbukti, membaiknya harga
singkong beberapa waktu terakhir ini telah mendorong sejumlah petani di
beberapa daerah menanami lahannya dengan singkong.
Di Lampung misalnya, setiap tahunnya luas areal
panen singkong meningkat. Pada 2011 luas areal panen mencapai 361.538 Ha,
dengan jumlah produksi 9.017 juta ton. Sedangkan pada 2012 ini targetnya
menjadi 371.485 Ha, dan diharapkan dapat menaikkan jumlah produksi hingga 3.70%
atau 9.350 juta ton. Harga singkong di Lampung Utara saat ini berkisar Rp
800/kg sampai Rp 860/kg.
Di Provinsi Banten, menurut data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) setempat dilaporkan produksi singkongnya dari tahun 2003 sampai
2010 lalu sebesar 115 ribu ton pertahun. Dan di tahun 2012 ini, produktivitas
singkong ditargetkan naik sebesar 172 ribu ton. Adapun harganya, saat ini harga
singkong di Provinsi Banten berkisar Rp 500 per kilogram.
Sedangkan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi
singkong di tahun 2011 mengalami penurunan dari dua tahun sebelumnya. Dimana
pada 2010 produksi singkong mencapai 1.114.665 juta ton. Dan 1.047.684 juta ton
pada 2009. Bandingkan dengan jumlah produksi singkong pada 2011 lalu yang hanya
867.596 ton. Dengan harga Rp 700-Rp 900 per kilogramnya.
Sampai saat ini harga singkong dibeberapa daerah
memang cenderung naik turun. Tergantung jenis dan aksesnya dari petani hingga
pedagang eceran. Di Pasar Induk Cibitung, harga singkong mencapai Rp 1500 per
kilogramnya. Dari penelusuran Infon PDN, singkong di Pasar Induk Cibitung ini
biasa dipasok dari Sukabumi. Sedangkan harga dari pengepulnya berkisar Rp
900-Rp 1000 per kilogram.
Membaca Kebutuhan Singkong
Kebutuhan singkong dunia mencapai 220 juta ton per
tahun. Ini juga bisa menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia yang selama ini
juga dikenal di dunia internasional sebagai negara penghasil singkong. Mengapa
demikian?
Pasalnya, sejumlah negara saat ini tengah
mengembangkan industri tekhnologi berbasis singkong. Kita ambil contoh China
misalnya, saat ini negara ini sedang memacu penggunaan etanol bahan bakar yang
bersumber dari singkong. Hal ini menumbuhkan potensi ekspor Indonesia pun bisa
mencapai US$ 20 miliar bila China terus melakukan mengembangkan proyek etanolnya.
4.
Program Pemerintah
Sejalan dengan
permasalahan, peluang dan paradigma baru pemantapan ketahanan pangan, strategi
yang dikembangkan dalam upaya pemantapan ketahanan pangan adalah :
1)
Pengembangan kapasitas produksi pangan nasional melalui
rehabilitasi kemampuan, optimalisasi pemantapan dabn pelestarian sumberday alam
yaitu : lahan, air dan perairan.
2)
Peningkatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat
menuju terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga, serta perilaku sadar gizi.
3)
Pengembangan agribisnis pangan yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan dan tersentralisasi dengan pengertian sebagai
berikut :
a.
Berdaya saing
tinggi, yang diupayakan melalui peningkatan efisiensi dengan memanfaatkan
inovasi dan teknologi, peningkatan produktivitas dan nilai tambah, serta
penajaman orientasi pasar.
b.
Berkerakyatan,
yaitu memfasilitasi peluang yang lebih besar bagi masyarakat luas untuk
berpartisipasi dalam usaha kecil dan menengah, dengan mendaya gunakan
sumberdaya yang dimilikinya.
c.
Berkelanjutan,
diupayakan melalui peningkatan dan pemeliharaan kapasitas sumberdaya alam,
penerapan teknologi ramah lingkungan dan pengembangansistem
distribusikeuntungan yang adil.
d.
Tersentralisasi,
yang berarti keputusan tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan
sumberdaya daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan berada ditangan
masyarakat bersama Pemerintah Daerah, dalam rangka mendorong pendayagunaan
keunggulan sumberdaya daerah sesuai referensi masyarakat di daerah yang
bersangkutan.
4) Pengembangan
dan peningkatan intensitas jaringan kerjasama lintas pelaku, lintas wilayah dan
lintas waktu dalam suatu sistem koordinasi guna mensinergikan kebijakan,
program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan.
5) Peningkatan
efektifitas dan kualitas kinerja pemerintah dalam menfasilitasi masyarakat
berpartisipasi dalam pemantapan ketahanan pangan.
Bab
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan
ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan
pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan,
distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat dilakukan
alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian
swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan.Dalam pengembangannya, teknologi
pangan diharapkan mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil
pertanian, serta dapat secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan
pangan.
Saran
Pemerintah
seharusnya memberi tahu masyarakat tentang ketahanan pangan sehingga masyarakat
dapat hidup lebih menghargai tentang ketersediaan pangan dan pemerintah harus
bisa membuat terobosan alternatife pangan yang dapat menjadi pangganti makanan pokok masyarakat seperti nasi.
Bab IV
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar